
Di majalah bulanan Japan+ edisi Mei ini, dibahas mengenai berbagai komunitas multikultur dan peran serta mereka yang semakin aktif dalam berbagai bidang -termasuk umat muslim, yang ada di Jepang. Kaget saya, begitu tahu ada masjid super indah begini, di Tokyo!!
Artikelnya bisa dibaca di =sini=. Bagus!
---
Photo was taken from Jijigaho May‘06 Edition : http://www.jijigaho.or.jp/app/0605/eng/sp03.html

---
“Negara kamu bukannya dijajah Belanda?”
“Ya, betul. Memangnya kenapa, pak?”
“Kok setir kamu sebelah kanan? Apa pernah negara kamu dijajah Inggris?”
“Oh, pernah juga, tapi saya lupa berapa lama. Nggak seberapa lama juga sih. Kalau nggak salah, saya pernah baca, metode setir kanan kami ini peninggalannya Raffles.”
“Raffles itu siapa?”
“Dia gubernur jenderal, perwakilan dari Inggris, yang memerintah di negara kami selama Belanda kalah dari Perancis. Oh ya, dia juga terkenal sebagai pendiri Singapura.”
“Wah, hebat sekali. Jadi Raffles ini ya yang membuat kamu menyetir di sebelah kanan, sampai sekarang?”
“Eh, iya.”
---
Hmm... Pembicaraan yang aneh.
Karena penasaran, saya cari tuh kenapa Indonesia menerapkan metode setir kanan. Nggak ketemu jo’! Di Wikipedia, cuma ditulis... Salah satu pembaruan kecil yang diperkenalkannya di wilayah kolonial Belanda adalah mengubah sistem mengemudi dari sebelah kanan ke sebelah kiri. (Ini maksudnya, dari setir kiri ke setir kanan kan?)
Mudah-mudahan nggak salah ngasih informasi deh ke bapak satu itu. Hitung-hitung penghargaan untuk beliau akan ketertarikannya pada metode persetiran di Indonesia, padahal sampai si tamu ngajak saya jalan muter-muter kampus kemarin pun saya belum ‘ngeh’ Burkina Faso ada di Afrika bagian mana! :D
Ada yang punya info tambahan mengenai setir kanan kita ini...? #
Kapan terakhir Anda ke Taman Mini? SD? SMP? Sekitar masa-masa jayanya Presiden Soeharto? wehehe.. :p teman-teman saya banyak yang mengakuinya. Sampai pada Minggu lalu, gagasan plesiran ke TMII hanya muncul selintas saja menghabiskan hari dan sedikit jeprat-jepret dengan D70-nya sohib saya. Pertama, kami menuju ke Masjid Diponegoro untuk Sholat Dzuhur, mampir sebentar jajan es dawet untuk menghilangkan haus di area taman akuarium air tawar, dilanjutkan menuju ke Museum Pusaka yang menyimpan aneka keris dan pusaka seantero nusantara, lalu Museum Serangga tempat koleksi berbagai kumbang, belalang, kupu-kupu, dengan tampilan display yang menarik, dan terakhir, tepat pukul 4 sore kami nonton film di teater IMAX Keong Emas.
Sore itu, kami nonton Forces of Nature bikinan National Geographic yang tidak disangsikan lagi kualitas programnya. Forces of Nature mengisahkan misteri dan kedahsyatan kekuatan alam lewat kejadian gunung meletus di Montserrat -Karibia, gempa bumi di Izmit -Turki, hempasan angin topan Camilla di Meksiko dan badai tornado di Oklahoma. Bagi Anda yang merasa biasa saja dengan sajian dokumenter ini, tunggu sampai Anda melihatnya lewat (ya itu tadi) layar raksasa Keong Emas. Sumpah deh, kita serasa seolah-olah berada dan ikut terlibat dalam setiap adegan film yang ditayangkan.
Kerja jadi peneliti lapangan sungguh tidak mudah. Bagi mereka yang terbiasa hidup di kota dengan berbagai fasilitas dan kemudahannya, hidup di desa terpencil pasti kewalahan. Mau makan, ya cari atau masak sendiri. Mau tinggal sekian waktu lamanya, ya cuci baju sendiri. Mau ke ‘belakang’ untuk MCK, ya harus terima dengan kondisi tempat MCK yang ada. Mau hidup harmonis dengan teman 1 tim atau tetangga kanan kiri, ya rukun-rukun, sopan santun, toleransi dan saling menghargai adalah hal yang sangat penting.July 2004 August 2004 September 2004 October 2004 November 2004 December 2004 January 2005 February 2005 March 2005 April 2005 May 2005 June 2005 July 2005 August 2005 September 2005 October 2005 November 2005 December 2005 February 2006 March 2006 April 2006 May 2006 December 2006 February 2007 May 2007 March 2008 April 2008 May 2008 June 2008 November 2008 January 2009 May 2009 June 2009 December 2009 November 2010
Subscribe to Comments [Atom]