Jendela Luluk

Friday, November 25, 2005

 

Memoar Seorang Geisha

Hmm... lagi baca Memoar Seorang Geisha, dan langsung larut dalam untaian cerita karangan Arthur Golden ini. Best seller yang sudah lama saya beli tapi belum sempat tersentuh ini ternyata benar-benar menghanyutkan. Yang unik, saya tidak bisa lepas membaca buku ini akibat tuturan gaya bahasa Arthur yang pandai menggambarkan sesuatu melalui berbagai perumpamaan. Saya kutipkan 2 paragraf yang khas Arthur, saat Chiyo bertemu dengan Iwamura Ken di tepi Sungai Shirakawa, Kyoto.


Dengan senang hati aku akan mendeskripsikan laki-laki itu kepadamu, tetapi aku cuma bisa memikirkan satu cara untuk melakukannya –dengan menceritakan kepadamu tentang sebatang pohon yang tumbuh di tepi karang di laut Yoroido. Pohon ini sehalus kayu apung karena terus menerus diterpa angin, dan ketika aku berusia empat atau lima tahun, suatu hari aku menemukan wajah laki-laki di pohon itu. Maksudku, aku menemukan satu bidang halus selebar piring, dengan dua tonjolan di kanan dan kirinya sebagai tulang pipi. Dua tonjolan itu membuat bayang-bayang yang menjadi lubang matanya, dan di bawah bayang-bayang ini muncul tonjolan lembut hidung. Seluruh wajah ini miring sedikit, menatapku dengan jenaka. Bagiku tampak seperti laki-laki yang yakin akan tempatnya di dunia ini, sama seperti sebatang pohon. Laki-laki yang menyapaku di jalan itu memiliki wajah yang sama lebar dan sama tenangnya. Lebih-lebih lagi wajahnya begitu halus dan tulus. Aku punya perasaan dia akan berdiri terus dengan tenang disitu sampai aku tidak sedih lagi.

Lebih dari apa pun, aku sangat ingin memandang wajahnya sekali lagi. Akhirnya memang aku mengangkat mata sekilas, meskipun wajahku langsung memerah dan aku cepat-cepat mengalihkan pandanganku sehingga mungkin dia tak tahu aku telah menatap matanya. Tetapi bagaimana aku bisa mendeskripsikan apa yang kulihat dalam waktu sekejap itu? Dia menatapku seperti pemusik menatap alat musiknya sesaat sebelum dia memainkannya, dengan pemahaman dan penguasaan. Aku merasa dia bisa melihat kedalam diriku seakan aku bagian dari dirinya.

Ampun. ‘dia menatapku seperti pemusik menatap alat musiknya sesaat sebelum dia memainkannya’ sebenarnya sangat sederhana, tapi huaaahhhh.. mantep!! :)

Nah, sebelum filmnya diputar Desember nanti, saya sarankan Anda membaca dulu bukunya. Sekarang saja saya nggak rela, pemeran si laki-laki yang dideskripsikan diatas kok jadi si (dulu) botak Ken Watanabe, apa karena sama-sama namanya Ken?? hehe.. :D


Comments:
Cepetaaaaan selesaiin baca bukunya...pinjaaaaaam (pssst, sebelum Ai dong). Ibu Mufid
 
wah saya juga lagi nunggu filmnya luk. nonton bareng yok! ;p
 
Yok! Yok! Kang Bagas di Tokyo, Luluk di Jakarta yaaa.. ;) hihi..
 
waaahh.. gue dr dulu pengen banget baca buku iniii.. bagus yaaa
 
Tahu kan, kalo yang jadi Sayuri itu Zhang Ziyi? Kayanya kok nggak pantes deh. Dia kan ceking..( bukan bermaksud mencela fisik )sedang Sayuri dijulukin "labu". Labu kan bulet..Mungkin karena Sayuri itu punya pipi yang masih gembil, mengingat dia masih muda sekali saat jadi geisha. Nggak setuju deh.. tapi liat aja deh ntar kaya apa jadinya...
 
Iya, Ling. Buku ini bagus kok. Buku aslinya bagus dan terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia-nya juga bagus. Bacanya enak. Baca deh! :)

Lia, 'Labu' itu teman satu okiya (rumah geisha) -nya Sayuri. Mereka 2 orang yg berbeda. Dan, pemeran labu dlm filmnya gembil kok ;) Yup, kita sama-sama tunggu filmnya ya..
 
Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

Archives

July 2004   August 2004   September 2004   October 2004   November 2004   December 2004   January 2005   February 2005   March 2005   April 2005   May 2005   June 2005   July 2005   August 2005   September 2005   October 2005   November 2005   December 2005   February 2006   March 2006   April 2006   May 2006   December 2006   February 2007   May 2007   March 2008   April 2008   May 2008   June 2008   November 2008   January 2009   May 2009   June 2009   December 2009   November 2010  

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]