Pada awal saat saya mendapatkan tawaran bekerja di lingkungan universitas, langsung terpikir akan menemui banyak kesulitan. Masalah utama (menurut saya), adalah bos saya nantinya pastilah mantan dosen saya dahulu. Apakah bisa dengan mudah hirarki dosen-mahasiswa berganti menjadi rekan kerja?
Tapi nih, -meskipun ketidakrelaan seorang dosen untuk disejajarkan dengan bekas mahasiswanya masih jelas terlihat pada orang-orang di lingkungan kerja saya-, ternyata saya HARUS bersyukur mendapatkan atasan langsung yang terus berusaha untuk meningkatkan kemampuan anak buahnya. Memang pada awalnya, si bos sering mengajukan pertanyaan yang terkait dengan ilmu yang pernah dipelajari dulu di bangku kuliah. Dan... mungkin karena tak jarang pula jawaban saya yang meleset, membuat si bos kembali mengajukan... cihuy!... kali ini, tawaran ikut kuliah!
“Kamu mau nggak ikut kuliah saya? Bagus buat kamu.”
“Ha? Ikut kuliah? Memangnya boleh, prof?”
“Ya kan saya penanggungjawab programnya. Ikut aja nanti tiap Kamis siang. Ajak teman-teman yang lain. Saya tunggu nanti di kelas.”
“Memangnya kelas itu untuk program apa, prof? S1 atau S2?”
“Sebenarnya itu untuk program S3, tapi nggak apa kamu masuk aja.”
*HAHH???* “Oh ya, makasih, prof. Nanti saya datang.”
Maka jadilah. Setiap Kamis, saya dan 3 teman kantor rutin ikut kuliah. Sekelas dengan 6 orang mahasiswa S3 yang punya tampang-keberatan-ilmu-dan-pengalaman. Nggak ada satupun yang nggak bertanya, atau sekedar komentar, atau bahkan mengoreksi bahan ajaran boss saya. Benar-benar kelas yang cool! :p hehe..
Kemudian, apakah dengan mudahnya saya menikmati kuliah gratis yang sedikit memangkas waktu kerja? Oh, tentu tidak. Ada kewajiban tugas sebagai bayarannya. Apakah itu? Well... saya wajib MENULIS! Yap, membuat tulisan terserah topiknya apa (tapi tentu saja terkait kerjaan) sebagai pengayaan tulisan yang dibuat para peneliti disini. Sebenarnya hanya tulisan sederhana saja, untuk membuat saya belajar dan langkah awal untuk jadi peneliti beneran, menggantikan status peneliti bo’ong-bo’ongan yang selama ini tersandang di pundak saya. :p
Setelah 2 minggu, tibalah saat saya menyerahkan draft pertama ke si boss. Komentar yang dikeluarkannya adalah “Tulisan kamu... hmm... apa ya... seperti kurang mengigit. Sebuah tulisan itu ya, seharusnya kan bla... bla... bla...” Arrrrgh.... udah ilfil duluan dengernya. Males rasanya untuk menulis ulang, cari-cari bahan dan mengira-ngira apa yang baik ditulis – bagaimana menulisnya – lalu membuat benang merah dari keseluruhan tulisan.
Satu rekan kerja saya malah tertawa (menghina?), “Hahaha...!! Luk, inget. Boss lo kan professor. Ya jauh-lah sama tulisan anak S1. Lagian masih draft pertama. Anggep aja kayak nulis skripsi. Cayo! Cayo!”
Hmm... oke. Anggap aja skripsi. Atau malah thesis? Hehe... :p Tapi terakhir ketemu, si boss malah nambahin “Nanti kalo tulisan kamu udah bagus, tinggal kamu Inggris-in. Trus saya edit lagi. Kan lumayan bisa masuk jurnal internasional. Nama kamu yang ditulis pertama, saya nomer dua.”
HAH??!
~mati dah gue X(