Senin sore, dengan kondisi yang keesokan harinya adalah tanggal merah. *senangnya*
+ : Bu Nunung! Maaf ganggu. Ikutan yuk, kita mau nomat nih! Kingdom of Heaven, abis Maghrib di Citos.
- : Duuh, gimana ya.. Gue kasian ama anak gue, ntar dia nyariin ibunya.
+ : Hu uh, dasar ibu-ibu!
- : Eh, kamu juga tuh ya, dasar anak muda!
+ : Hihihi... :p
Hmm... Kadang terlintas dalam fikiran, kalau nanti saya sudah jadi ‘ibu-ibu’ apakah masih juga mendarah daging kebiasaan ngayap bersama teman-teman. Ah, mudah-mudahan nggak deh. ;)
Tapi itu nanti, sekarang waktunya nomaat... :D
Paling pusing deh, kalau pergi jauh, untuk cari oleh-oleh buat keluarga atau kerabat. Dan ternyata saya baru menyadari akan jauh lebih pusing jika menerima oleh-oleh yang... bukannya nggak suka sih, tapi nggak 'sreg' aja.
Big bos, Rabu lalu baru saja tiba dari Eropa. Sebuah syal yang cantik tergeletak dengan manis di meja kerja saya. Dari bungkus dan labelnya saja bisa diperkirakan, waw! ini barang mahal. Salah seorang teman bilang, tadi pagi bos sendiri yang memilihkan warnanya untuk saya. Itu khas warnanya Luluk, katanya. Hijau.
Well, kenyataannya:
1) Saya tidak cenderung menyukai warna-warna tertentu. Memang frekuensi saya memakai warna hijau (mungkin) lebih sering dibandingkan warna lain. Tapi kalau bos sudah memilih hijau padahal warna dan motif lain lebih (banyak yang) menarik, kita mau apa?
2) Warna hijau-nya unik. (‘unik’ kadangkala bisa diartikan aneh kan? Hehe..) Tidak ada satu baju hijau pun kepunyaan saya yang bisa ‘masuk’ kedalamnya, kecuali kemeja putih, atau hitam saja sekalian.
3) Mmm.. Ini ‘syal’. (Yang biasa dililitkan di leher, inget?) Bukan kerudung. Jadi sewaktu mengenakannya, saya memodifikasinya dengan kerudung putih. Nah, pas si Bos melihat: 'Dek Luluk, mestinya jangan ada putih-putihnya dong...' (Repot nggak sih?)
Arrrgh, cukup!
Saya punya pengalaman banyak untuk ini. Anda memberikan, saya mengenakan, dan sesudahnya, terserah saya untuk memutuskan apa yang saya lakukan dengannya bukan? Toh, itu sudah milik saya.
Jadi suatu hari, sewaktu berpapasan dengan mas Agus, yang rajin bersih-bersih kantor...
+ : Eh, Mas Agus, lo punya cewek nggak?
- : Punya. Kenapa?
+ : Beneran nih?
- : Bener. Demi Allah!
+ : Ooh, ya udah.
- : Emang kenapa, Luk? Lo mau ngasih apaan?
+ : Yee, orang gue cuma mau nanya doang. Siapa yang mau ngasih? (hihi..)
- : Dih… mau ngeledekin gue doang ye?!
+ : Ngomong-ngomong, cakep nggak tuh pacar lo?
- : Bodo ah! *sambil pergi, dongkol*
Temen kantor saya bilang, suka nggak suka, itu pemberian orang, bos pula. Dikasih, ya Alhamdulillah. Dan mesti dihargain. Jangan dikasih ke sembarang orang.
Nah tapi kalau cuma menuh-menuhin lemari, mending dikasih ke orang lain saja bukan? Siapa tahu bisa buat kondangan, ngapel, nonton layar tancep atau yang lainnya.
Masih ada waktu untuk memutuskan. Jadi gimana nih, penonton?