Pernah jalan-jalan ke kuburan? Jalan-jalan yang beneran jalan-jalan, bukan ziarah lho..! Saya dan 10 orang teman pada Sabtu 2 minggu lalu punya kesempatan plesiran ke kuburan Belanda di Menteng Pulo. Letak persisnya, di sebelah Timur dari kompleks Apartemen Kuningan, dan di sebelah Utara Park Lane Hotel, Casablanca. Aneh memang, plesiran kok ke kuburan. Kalau saya belum pernah lihat kuburannya seperti apa, saya juga pasti males ikut. Kebetulan dulu pernah ada seminar di Park Lane Hotel dan saat sholat di lantai 7-nya, gileee... tempat pemakaman apa dibawah itu, bagus dan terawat rapi. Banyak sekali nisan berbentuk salib, tapi ditengah-tengah terdapat bangunan menyerupai masjid. Sempat terpikir bahwa pekuburan itu adalah makam para penjajah Belanda, tapi karena nggak ada yang bisa ditanya, ya sudah... lewat begitu saja rasa penasarannya.
Lama setelah itu, ada seorang teman yang memprovokasi untuk berkunjung ke taman makam diatas. Ternyata, tidak sembarang orang lho boleh masuk ke lingkungan makam. Mereka yang bukan anggota keluarga atau ahli waris sang ahli kubur (yang biasanya wong Londo), diharapkan membuat surat ijin tertulis disertai identitas lengkapnya. Yoan, teman saya itu rela survei dan bolak-balik mengurus surat perijinan demi teman-temannya. Asyik banget deh, yang lain tinggal serahkan biodata dan menunggu tanggal kepastian perginya. Makasih, Yoan!
Ereveld Menteng Pulo
Kuburan Belanda ini namanya Ereveld Menteng Pulo. Dari 7 taman makan Belanda: Ereveld Menteng Pulo, Ancol, Pandu (Bandung), Leuwigajah (Cimahi), Kalibanteng (Semarang), Candi (Semarang) dan Kembang Kuning (Surabaya) – taman makam yang di Menteng Pulo inilah yang paling dikenal. Terutama karena adanya Gereja Simultan dan Columbarium yang memiliki kesan yang mendalam, dan juga unik. Pada 8 Desember 1947, Letnan Jenderal S.H. Spoor sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Hindia Belanda, membangun ereveld Menteng Pulo diatas tanah wakaf seluas 29.000 m2 dari pemerintah Kota Batavia kepada Dinas Pemakaman Tentara Belanda. Di Taman Makam Menteng Pulo, jenasah para korban kamp-kamp internir Jepang dan tentara Belanda meninggal dunia saat periode perlawanan fisik (1945-1949) dan berasal dari Banjarmasin (1961), Tarakan (1964), Menado (1965), Palembang (1967), Balikpapan (1967), makassar (1968) & Cililitan (1968).
Saat ini lebih dari 4000 jenazah dimakamkan di taman makam ini. Pada tulisan-tulisan yang ada di batu nisan, dapat diketahui bahwa tidak hanya orang Belanda saja yang dimakamkan di Menteng Pulo, tetapi ada pula nama-nama pribumi, dan kaum Tiong Hoa. Merekalah orang-orang yang pernah tergabung dalam KNIL, angkatan bersenjata-nya Belanda. Bentuk nisannya juga bervariasi: bentuk salib, bentuk perisai dan bentuk nisan orang muslim. Pengurus taman makam Menteng Pulo ini mempunyai kebijakan untuk tidak memfoto nisan secara langsung demi menghormati keturunan dari jenazah yang ada disini. Sip deh, pak! (“,)b
Simultaankerk
Nah, yang saya kira bangunan masjid tadi ternyata gereja! Namanya Gereja Simultan. Bagian dalamnya bersiiih sekali dan terawat rapi. Yang paling menarik dari gereja ini adalah menaranya yang setinggi 22 meter. Pada balkon menaranya, terdapat 4 simbol agama besar di dunia: Islam (bentuk bulan & bintang), Kristen (bentuk salib), Yahudi (bentuk bintang bermata 6) dan Budha (bentuk Yin&Yang). Tujuannya mungkin untuk melambangkan keragaman agama yang dianut para jenazah di Menteng Pulo ya..? Hmm.. Ide yang bagus. Columbarium
Persis disebelah gereja, ada yang namanya Columbarium, yaitu serambi yang ditopang dengan pilar batu, yang ceruk-ceruknya berisikan 754 jiwa abu jenazah tawanan Belanda yang dikirimkan dari Jepang. Penyusunan abu berdasarkan alphabet dan hebatnya, semua tertata rapi, apik dan bersih. Agak merinding juga sewaktu berjalan di serambi ini. Di atas pilar batu terdapat berbagai bentuk medalion yang diukir pada tembok. Medalion ini merupakan simbol-simbol. Simbol yang pertama adalah simbol dari empat agama (seperti di menara gereja), simbol yang lain menggambarkan kehidupan, kematian, waktu, reinkarnasi dan keabadian.
Di tengah Columbarium terdapat kolam yang dikelilingi dengan arsitektur yang cantik. Kemudian di pojok dari Columbarium terdapat menara kecil yang beratapkan kubah seperti buah pir. Dari kejauhan, si buah pir ini-lah yang mirip kubah masjid, padahal gereja :-). Di dalam menara ini terdapat abu dari tentara yang tidak dikenal. Terdapat pula altar untuk berdoa dan di dindingnya terdapat relief yang menggambarkan sosok wanita dengan tangan ke atas. Pada tangan kanannya wanita tersebut membawa obor, sementara di atasnya tertulis “De Geest Heeft Overwonnen” (katanya, ini artinya “Jiwa/Spirit yang menang dalam perang”). Tulisan ini merupakan semboyan dari Dinas Pemakaman Tentara – KNIL.
Monumen
Di taman makam Menteng Pulo ini terdapat beberapa monumen, diantaranya adalah monumen Divisi 7 Desember, monumen angkatan udara dan angkatan laut. Di dalam gereja sendiri ada monumen Salib Birma yang dibuat dari kayu bantalan rel kereta api, ditujukan untuk mengenang korban yang jatuh saat pembangunan rel kereta api di Birma.
Terakhir, kalau Anda mau berkunjung ke taman makam yang indah ini, jadwal berkunjungnya adalah setiap hari, dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore. Tapi harap diingat, tidak sembarang orang bisa masuk ya... Kalau punya kenalan atau kerabat yang moyangnya dimakamkan di makam ini, sepertinya akan lebih baik, karena disamping bisa sekalian berziarah, suasana syahdunya akan lebih terasa... (halah! padahal kuburan penjajah tuh! :D) #
---
Sumber tulisan:
Leaflet Ereveld Menteng Pulo terbitan Oorogsgravenstichting/OGS (yang mengurus semua makamBelanda), diterjemahkan rekan saya pak Hatmanto. Makasih, pak!
Jum’at malam, emak saya di rumah tiba-tiba bilang: “Luk, mamah pengen ikutan ke H.I. ah, Hari Minggu.” Selidik punya selidik, ternyata beliau ingin ikut acara Aksi Sejuta Umat Menolak Pornografi dan Pornoaksi yang kali ini dikoordinasi Majelis Ulama Indonesia, mengambil rute dari Bunderan H.I. ke Gedung MPR/DPR. Kadang, emak memang senang bikin kejutan yang aneh-aneh. Dulu pernah beliau minta dibelikan kaset grup rock lawas Scorpion, padahal emak-emak yang lain sedang tergila-gila dengan Siti Nurhaliza. “Yang gambar kasetnya kalajengking itu lho, Luk!” Haduh, emakku ini.. :p
Awalnya bingung juga, karena kalau sudah punya keinginan, emak biasanya susah dicegah. Setelah saya pinjamkan kaos putih dan topi rimba biar nggak kepanasan, Minggu subuh itu, beliau berangkat menuju H.I., sendirian. “Jangan lupa deket-deket kamera TV biar kesorot, mah!” pesan saya.
Kira-kira pukul 1 siang, emak tercinta sudah sampai di rumah kembali, dengan oleh-oleh ikat kepala, beberapa selebaran dan poster aksi.
“Wuih rame banget, Luk, baru kali ini mamah masuk pager gedung DPR. Inneke, Astri Ivo, U.J., Zainuddin MZ, Din Syamsudin deket banget di depan mamah, orang mamah paling depan berdirinya.”
“Salaman nggak?”
“Nggak bisa, panggungnya kan tinggi. Untung berangkat pagi-pagi. Coba tadi kalo ngumpul dulu ama yang laen, nggak bakalan bisa masuk Gedung DPR deh.”
“Tadi mamah sempet lama tuh deket-deket ANTV, ternyata penyiar yang suka baca berita jam 5 itu tuh, Luk, yang muka Arab itu, orangnya kecil banget, setinggi mamah gini doang. Kirain tinggi.”
“Trus tadi pas dia lagi siaran mamah ke depan kamera TVnya nggak?”
“Orang ditungguin nggak siaran-siaran, mamah tinggal aja. Abis lama banget.”
“Yaaaah... nggak jadi masuk TV deh.”
“Trus tadi ada tukang cendol kejebak ditengah-tengah orang-orang di DPR. Banyak ibu-ibu yang ngomel-ngomel:‘Pak, kalo dagang jangan ditengah jalan dong, susah nih lewatnya’, si abangnya cendolnya ngejawab:‘Saya juga kejebak ini bu, mau ke pinggir jalan’, trus ada ibu-ibu dibelakangnya teriak:‘udah, kita minum aja cendolnya!!’ ”
“Enak banget, minum cendol gratis dong, mah?”
“Ya enggak, tadi mamah teriakin aja ‘Huuuuh, provokator tuh!!’ ”
“Marah nggak dia?”
“Ngeloyor aja tuh ibu-ibu, emang dasar.”
“Trus ada juga ibu-ibu yang orasi semangat banget, tapi mamah dengernya ujungnya doang karena jauh, tapi kok rasanya aneh.”
“Aneh apanya?”
“Dia bilang: ‘Mari kita dukung RUU APP, sesuai dengan ajakan para kiai, tapi ada satu yang kita kaga usah temenin itu kiai!’ ”
“Kiai siapa maksudnya, mah?”
“Pas mamah lihat dia bawa-bawa poster gambarnya Gus Dur, tapi di atas panggung Zainuddin MZ lagi orasi juga. Masa’ Zainuddin bilang katanya udah kembali ke masyarakat, udah nggak terlibat ke kepartaian lagi.”
“Emang dia udah nggak kepilih aja jadi ketua partai kali..”
“Makanya ibu-ibu tadi sebel ama dia. Kiai kok jadi ketua partai.”
“Lah, Gus Dur kan sama aja.”
“Nah iya makanya tadi mamah bilang aneh.”
“Nggak mamah teriakin juga tuh ibu-ibu?”
“Ya nggak lah, rombongannya banyak, ntar mamah dikeroyok.”
“Ha.. ha..”
“Sebenernya mamah kasihan ngeliat yang ikut kebanyakan bapak-bapak ibu-ibu udah pada tua-tua ikut demo. Ada yang pingsan di tengah jalan. Rombongannya juga kebingungan mau ngangkat trus ditaro kemana. Kan ama bisnya diturunin di H.I. eh dia pingsannya udah mau sampe gedung DPR.”
“Trus dikemanain?”
“Dipinggirin aja di jalan, sambil ada yang nungguin. Kebanyakan yang rombongan malah pulangnya mencar-mencar. Tadi aja mamah tegor mahasiswi lagi bingung nyari rombongannya. Katanya, ‘Ibu, saya ketinggalan rombongan, nanti pulang bareng ya, saya dari Bogor’ ‘Ya udah, nanti adek bareng saya aja pulangnya, kebetulan saya juga pulangnya ke arah Depok’ ”.
“Trus jadi bareng pulangnya?”
“Nggak jadi, lha wong di tengah jalan dia kebelet pipis. Mau pipis dimana lagi demo gini, ya susah, kata mamah.”
“Jadi mamah tinggal? Ntar dia nyasar.”
“Ah, biarin aja, masa’ mahasiswa nggak bisa pulang sendiri?”
“Ha.. ha.. tahu gitu tadi nggak usah nawarin pulang bareng.”
“Ya mamah mana tahu dia mau pipis. Nanti ketinggalan acara kalo nyari tempat pipis dulu.”
“Ha.. ha.. ha..”
“Trus, kebeneran banget pas acara udah selesai, ada bis rombongan yang mau pulang ke Citayem. Mamah naek aja, masih banyak tempat duduk yang masih kosong.”
“Emangnya boleh ikut, kan mamah bukan rombongannya?”
“Mamah malah diajak. Sekalian lewat katanya.”
“Enak dong, pulangnya gratis.”
“Ya, enak banget. Sampe depan gang rumah.”
“Dasar! Ha.. ha..”
“Ah, besok-besok kalo ada demo, mamah pengen ikutan lagi, ahh... rame.”
Walah, ketagihan. :D