Jendela Luluk

Tuesday, September 27, 2005

 

Siapa dia?

Saya paling suka mengamati orang yang sedang mengambil foto. Kadang lucu, kadang unik, kadang juga nyleneh untuk mengambil gambar sejauh diri dan kameranya mampu capai. Kalau sedang pegang kamera, biasanya saya langsung foto gayanya. Tak perduli siapapun. Termasuk yang disamping kiri ini.

Saat mengikuti acara plesiran ke Pulau Onrust dan sekitarnya, banyak objek menarik untuk difoto. Di atas kapal yang penuh sesak dengan peserta dan kondisi kapal yang (pastinya) goyang-goyang, diam-diam saya ambil gambar 1 orang yang asik memotret pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Nah, sesudahnya, setelah ditrasfer ke komputer, dilihat-lihat, diutak atik, lho... kok ada yang bagus yah? ;)

Di lain kesempatan, saya coba tanya ke beberapa teman dan terakhir saya coba tanya ke R, teman yang ikut ke Onrust dan hobi jepret-jepret (+ utak atik photoshop) juga. (Tanya apa, Luk?) Yaaah selain nanya komentar mengenai bagus / tidaknya hasil jepretan saya, terselip satu pertanyaan “siapa sih dia?” ;) hihi.. Respon si R kurang lebih begini:

Oh yg itu.... gak tahu juga sih. Sorry Luk. Hmm... Sepertinya menggunakan kamera film biasa dgn kapasitas zoom. Sayangnya, aku gak banyak foto-foto peserta di Onrust dulu, ntar aku coba lihat di koleksiku ada gak ya?

Gayanya memang rapi ya, khas tahun 1980-an, jeans terang, sepatu kets putih dgn baju polo yg masih dirangkep lagi di dalam, jam model G-Shock, hmm, 80-an banget! Anak UI asal luar jawa bukannya banyak yg model begitu he..he.. (dulu lho, gak tahu sekarang)

Huahahaha..!! :D Ternyata si R detil sekali menggambarkan dan menarik kesimpulannya. Padahal waktu itu saya hanya berniat untuk menangkap gaya yang ‘keren’ saat mengarahkan kameranya ke objek foto. Nggak lebih. Ketika pada akhirnya penasaran pada identitas si objek foto, saya malah terbentur tak kunjung menemukan pentunjuk. Ah, sudahlah. Di titik ini saya menyerah. Tak tahu lagi pada siapa harus bertanya. Biarkan saja si anak-UI-luar-Jawa-Tahun-80an tetap seperti yang ada di fotonya. Lebih membuat penasaran siapapun yang melihatnya. Ya kan?? ;)

~DASARJOMBLO!! :D

Monday, September 19, 2005

 

depressed

“Among the findings from a 2004 study of more than 47 200 students from 74 colleges and universities:

· Percentages of students who reported feeling so depressed over the last school year that it was difficult to function: 45.1

· Percentage of students who reported seriously considering suicide over the past school year: 10.1

· Percentage of students who reported attempting suicide over the past school year: 1.3”

American College Health Association, reported in the Wall Street Journal. October 15, 2004.

---

Siapapun yang sedang mencari berapa persen banyaknya workers who reported feeling so depressed, nggak usah nyari jauh-jauh deh. Salah satunya ada disini. :((

Suicide?

Ya nggak lah, gila apa lo?!!...


Wednesday, September 14, 2005

 

Festival Foto.ID



Eh, eh, udah pada tahu belum sih, ada pameran foto yang asli sumpah tujuh turunan keren-keren banget foto-fotonya (duuuh biasa aja dong, Luk) Bertajuk Festival Foto.ID, pameran foto ini digelar di Museum Nasional 31 Agustus-14 September (terakhir hari ini) dan juga diadakan di beberapa tempat: di Plaza Senayan pada 15-19 Agustus (sudah lewat), Galeri Oktagon 16-27 Agustus (sudah lewat), Galeri Lontar 18-28 Agustus (sudah lewat), dan di Galeri Foto Jurnalistik ANTARA (GFJA) pada 16-27 Agustus 2005 (sudah lewat).

Tema yang diambil pun unik. Penyatuan antara dokumentasi foto perisitiwa bersejarah seputar kemerdekaan RI dengan foto kondisi anak-anak muda jaman sekarang. Oleh karenanya, ada 2 tema yang diusung untuk mewakili 2 generasi yang berbeda.

Tema pertama adalah The Future of the Past (Masa Depan Sebuah Masa Lalu). Merupakan dokumentasi peristiwa seputar kemerdekaan Indonesia pada periode 1946 – 1949, yang dihasilkan oleh tokoh-tokoh besar Indonesia seperti Mendur Bersaudara dan Cas Oorthyus dari Belanda. Karya-karya foto dalam pameran ini merupakan koleksi Kantor Berita Foto IPPHOS (Indonesian Press Photo Service) dan Nederland Fotomuseum, di Belanda. Foto-foto dari IPPHOS bisa dikatakan sebagai sumber utama referensi visual bangsa Indonesia tentang sejarah keberadaannya. Foto-foto peristiwa sejarah yang mereka hasilkan banyak dimuat dalam buku-buku yang beredar di Indonesia.

Cas Oorthuys (1908-1975) adalah pewarta foto lepas kelahiran Leiden, Belanda. Foto-fotonya terkenal akan penekanan pada emosi individu dan keberpihakan pada daya hidup manusia. Cas sempat tinggal lama pada masa Indonesia berjuang merebut kemerdekaannya dan ‘keberpihakannya’ pada Indonesia banyak terlihat pada foto-fotonya. Istilah jadoelnya: Pro-republik. ;)

Nah, foto-foto yang mewakili tema ini adalah foto Cas dengan judul Pupil with a blind map of the Indonesian territory (1947) dan Soekarno speaking to the delegates during a session of the Indonesian provisional parliament, the K.N.I. Poesat (1947). Pupil pernah menjadi sampul buku Een Staat in Wording (Sebuah Negara yang Sedang Menjadi) yang diterbitkan Cas sepulang dari Indonesia. Buku reportase foto ini menunjukkan kesiapan RI untuk sejajar dalam kancah pergaulan Internasional. Foto Pupil with a blind map of the Indonesian territory sendiri menggambarkan anak kecil yang membawa peta Indonesia dan tersirat tampak identitasnya sebagai manusia merdeka yang berjalan dengan penuh kebanggaan.

Banyak foto-foto Cas lainnya yang dipamerkan di festival foto.ID ini. Yang menurut saya paling dramatis adalah foto saat seorang rakyat biasa menyembah kedua kaki Bung Karno. Seperti di film-film India gitu saat seorang istri harus menyembah kaki mertuanya yang super galak. Karena si jelata membelakangi kamera dan Bung Karno menunduk untuk mencegah si jelata ini menyembahnya, wajah keduanya tidak terlihat. Tapi dari profil pakaian dan auranya saja audiens sudah bisa menebak bahwa dialah Bung Karno. Luar biasa deh si Cas ini.

Foto-foto lain dari IPPHOS diantaranya adalah foto saat tokoh-tokoh besar Indonesia seperti Agus Salim & M.Natsir sedang sholat Idul Fitri (ingat kan saat proklamasi dibacakan adalah Bulan Ramadhan?), foto suasana perundingan entah apa antara RI dengan penjajah Belanda, foto antrian kaum wanita untuk nggak jelas juga untuk apa tapi sepertinya untuk melamar pekerjaan, foto saat Bung Karno mengeluarkankan kepalanya dari jendela kereta untuk menyapa rakyatnya (yang ini bagus banget sudut pengambilan fotonya), foto saat delegasi kongres wanita KOWANI menyewa pesawat KLM untuk pergi berkongres, dan masih baaaanyak foto bersejarah-yang-tak-pernah-dipublikasikan-sebelumnya. Kebanyakan adalah foto-foto yang mewakili kondisi rakyat Indonesia pada masa-masa setelah kemerdekaan.

Lantas, apa kabar Mendur bersaudara tadi diatas? Karena, kok saya tidak menemukan foto-fotonya. Mungkin kekhilafan mata saya menyebabkan namanya terselip tak terbaca. Belakangan saya menemukan berita yang menyesalkan mengapa Mendur bersaudara mendokumentasikan peristiwa pendeklarasian kemerdekaan Indonesia 17 Agustus ’45 dengan hanya 3 foto. Pasti inget kan, foto saat Bung Karno membaca naskah proklamasi, foto audiens yang berkumpul di lapangan Ikada mendengarkan pembacaan proklamasi dan foto penaikan Sang Saka Merah Putih yang ada Ibu Fatmawati membelakangi kamera. Padahal kan, ya ampun, event kemerdekaan bangsa gitu loh, momen yang sangat berharga, hanya 3 foto???! :((

Lanjut.
Tema kedua, yang mewakili generasi muda masa kini, bertajuk Understanding Independence (Memahami Kebebasan). Enam juru foto muda yang berkontribusi terhadap pemaknaan mereka tentang kebebasan dan identitas diri adalah Jacqueline Gilbert, Jeroen Hesing, Nancy Lee dari Belanda; serta Keke Tumbuan, Paul Kadarisman, dan Timur Angin dari Indonesia.

Sayangnya pada bagian yang menampilkan karya-karya juru foto muda yang penuh warna ini justru kurang ada informasi dasar seperti judul foto, siapa juru fotonya atau di lokasi mana foto tersebut diambil. Kita hanya bisa menebak-nebak foto dari ciri khas masing-masing jepretan sang juru foto.

Nancy Lee, yang lahir di Hongkong kini tinggal dan bekerja di Belanda. Karyanya menunjukkan kehidupannya sebagai warga dunia yang selalu berpindah dan mengaburkan batas antar berbagai kebudayaan. Saya menebak foto-foto Nancy Lee pastilah yang ada di satu space super tinggi yang berisi kumpulan foto campuran antara anak bermata sipit dengan rumah-rumah di Belanda. Yang menarik adalah, Nancy senang sekali mengambil sudut pengambilan jauh dari arah atas atau bawah yang membuat gambar lebih dramatis. Cool banget..!

Jacqueline Gilbert, menampilkan seri ‘Home & Horizon’ dalam kombinasi saujana alam dan potret untuk menunjukkan sebuah atmosfir yang terbuka lebar tapi sekaligus klaustrofobis (Aduh, bahasa seni banget sih ini). Di festival foto.ID ini Jacque memasang foto-foto lama keluarga terutama kakaknya yang katanya sedang berusaha menemukan identitas diri dan lingkungan tempat dia dibesarkan untuk mengingatkan kita bahwa identitas kita juga berhubungan erat dengan masa lalu. Menengok foto-foto Jacque kita bisa merasakan kekhasan pengambilan foto tipikal foto ‘orang barat’.

Jeroen Hesing, juga unik. Dia senang mengabadikan obyek-obyek tidak bergerak yang akrab dengan dirinya sehari-hari. Jeroen merasa waktu meninggalkannya terlalu cepat hingga kadang-kadang dia merasa harus merekonstruksi hidupnya lewat foto. Maka.. handuk yang digantung di tali jemuran, bangku di pinggir jalan, pohon di depan rumah menjadi objek fotonya. Kebanyakan, foto-foto Jeroen juga bersetting malam hari sehingga tampak muram, menurut saya.

Keke Tumbuan, adalah seorang yang sering terlibat dengan teman-temannya dalam pembuatan video musik. Tentu saja tidak sulit menemukan jepretan nan penuh warna darinya yang tersusun rapi memenuhi tembok panjang ruang pameran. Inti dari foto Keke cuma satu kata: dugem anak muda. Kalau saya punya jempol 10, foto-foto Keke Tumbuan nilainya 10 jempol bagi saya. Padahal di FN jempol paling banyak cuma 3 ya..?

Paul Kadarisman. Karya-karyanya banyak berkomentar terhadap kehidupannya sebagai generasi muda Jakarta. Di Festival Foto.ID ini Paul menampilkan koleksi foto saat teman-temannya berkunjung ke Monas. Monas! Yang orang Jakarta juga udah bosen kali sama tampangnya. Tapi yang ini jadi keren booo... Kepiawaian Paul memainkan komposisi dan sudut-sudut pengambilan gambar seperti mematahkan teknik njlimet dunia fotografi. Dari Paul saya bisa menarik pelajaran: nggak perlu jiper dengan segala teknik foto memfoto, pokoknya moto! Ayo moto!

Timur Angin, yang ssst.. ternyata dia anaknya SGA yang kondang itu, menunjukkan ketertarikannya pada pencarian dan kegelisahan yang dialami generasinya. Timur banyak terlibat dalam liputan untuk media massa, maupun still photo film layar lebar. Jangan dikira pengen moto shooting film cuma bilang ke sutradara: “Permisi pak, saya mau moto bintang utamanya..!” atau “Pak, boleh ya saya foto bapak lagi shooting film...” kalau nggak mau langsung diusir sama para kru film. Mas Timur ini bahkan sampai 2-3 bulan mengintili proses pembuatan film GIE untuk mendapatkan momen dan objek bagus yang diinginkan. Sekalian gaul dan melebarkan jaringan juga kan? ;)

Ada satu foto menarik dari Timur yang memperlihatkan adik kelasnya di IKJ, duduk santai menyilang kaki, diatas bebek merah, mengenakan kaca mata hitam dengan piercing besar menghiasai kupingnya. Di belakangnya ada mural yang menggambarkan teriakan seorang pemuda yang tidak bermata. Cerminan generasi yang -menurut Timur- tanpa batas, tanpa beban untuk berkarya, cuek dengan peraturan, bebas merdeka & nggak perlu mikir yang rumit.

Nah, khusus untuk karya-karya Timur, digunakan media neon box agar gambar yang dipamerkan tetap cemerlang seperti saat dia menatap fotonya pada monitor laptopnya. Satu contoh dari Timur yang menganut kebebasan untuk menciptakan tampilan foto yang (sumpah) keren karena warna-warna yang ditampilkan jadi “cling”.

Akhir kata, Festival Foto.ID yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Budaya Visual Oktagon ini benar-benar menunjukkan keragaman khasanah fotografi di Indonesia. *halah bahasamu, Luk..* Baru kali ini saya mengujungi pameran foto yang konsep dan materi pamerannya menarik, dan ‘gaul’. Apa mungkin saya yang ketinggalan informasi melulu ya? Kurang ‘gaul’. :p
----

Tulisan dibuat dari berbagai sumber: leaflet pameran, publikasi via milis, publikasi pada surat kabar cetak maupun internet, dan artikel lepas lainnya.
Foto-foto liputan diatas yang memuat foto-foto pada festival foto.ID dipasang tanpa seizin juru fotonya. Mudah-mudahan berkenan, karena dipasang tidak untuk tujuan komersial.

Thursday, September 08, 2005

 

Are You Djadoel Enough?

+ : Eh, Luk. Tadi pagi gue denger lagunya Alanis Morissette yang..

It’s like rain... on your wedding day

It’s a free ride... when you’ve already paid
It’s the good advice... that you just didn’t take
Who would’ve thought... it figures...!

+ : Judulnya apa ya Luk, lupa gue. Enak tuh lagunya.
- : ooh, itu. Ironic.

And isn’t it ironic... don’t you think?

A little too ironic... and yeah I really do think...

+ : Iya! Iya! Ironic! Daritadi gue mikir apa judulnya, abis reff-nya nggak ketauan yang mana sih.. ughh... Mmm... Eh, kalo nggak salah ada juga tuh lagu pake Bahasa Indonesia judulnya Ironi. Lagu jaman dulu tapi. Duuh, gimana nyanyinya ya?
- : Yang mana sih..?
+ : Halah, padahal udah diujung lidah nih. Lagu lama, Luk.
- : Hmm.. Oh! Gue tau! Yang ini kan?

Ironi...

Kau membuka... Luka lama...
Yang kuingin lupa...

Ironi...
Tolong daku... Pergi jauh...
Janji takkan kembali, ironiii...

+ : Sempruuuuul!!! Itu mah judulnya Memori! Bukan Ironi!
- : Hihihihihi... :D

Jadi ingat saat Adep, ketua Sahabat Museum, pernah bertanya lewat spanduknya: ‘Are you djadoel enough?’ saat PTD keliling Jakarta Agustus lalu. Merujuk percakapan diatas, ya jelas saya belum cukup djadoel. Alanis Morissette, si Ironic, terkenal saat saya duduk di SMA. Ruth Sahanaya, pelantun tembang Memori, terkenal saat mmm... mungkin masa-masa SD. Tetapi tetap sampai saat ini kedua penyanyi wanita tersebut masih jaya di dunia tarik suara. Tapi lagu yang judulnya Ironi?? Jaman kapan tuh? Yang nyanyi siapa pula?

Thursday, September 01, 2005

 

butuh hidup

image hosted by Photobucket Pagi ini, kembali saya mendapat kabar duka telah meninggalnya seorang rekan semasa SMA. Padahal kurang lebih 3 bulan lalu, kami seangkatan (di SMA) baru saja kehilangan rekan lain yang cukup luas dikenal mengingat profesinya sebagai penyiar radio. Walaupun yang hidup pasti akan kembali pada penciptanya... well, rasanya kok terlalu cepat ya? Keduanya sama seperti saya -masih (bisa dibilang) muda, dua pertiga usia harapan hidup belum genap dijalani. Tentunya masih baaaanyak rencana untuk bisa diwujudkan dalam menjalani kehidupan. Saya sama sekali tidak tahu apa rencana hidup yang ada di balik benak masing-masing yang membaca entri saya kali ini, tapi ya ampun... keinginan saya masih banyak. Masih banyak yang harus dilakukan, yang untuk itu butuh waktu, tenaga dan pikiran. Butuh hidup.

Pelan saya tepuk-tepuk telapak tangan saya ke pipi kanan. Saya masih punya pipi. Lalu hidung. Mata. Mulut. Kepala. Tangan. Kaki. Badan. Saya masih bisa berangkat dari rumah ke kantor. Naik angkot, jalan kaki menyusuri danau ui. Sampai di ruangan kantor lantas duduk di meja kerja. Bikin susu milo yang langsung saya habiskan dalam 5 menit. Memeriksa dan update daftar things to do today. Aaaaargghh, bete, banyak bener utang kerjaan...

Nah, sekarang telunjuk kanan saya yang mengetuk-ngetuk pelipis kanan. “Mikir, Luk! Kamu tuh mikir! Beban yang ada sekarang tidak sebanding dengan apa yang telah diberikan-Nya ke kamu, tau nggak sih??!” Hehe.. Dasar Luluk. Nggak henti-hentinya lupa bersyukur. Kalau ada kejadian yang aneh-aneh baru nyadar diri. Huu... :((

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? - Al Qur’an surat Ar Rahman –

---
Hayo, hayoo... Libur 3 hari jangan dihabiskan untuk kesia-siaan, Luk... *gubrak*

Archives

July 2004   August 2004   September 2004   October 2004   November 2004   December 2004   January 2005   February 2005   March 2005   April 2005   May 2005   June 2005   July 2005   August 2005   September 2005   October 2005   November 2005   December 2005   February 2006   March 2006   April 2006   May 2006   December 2006   February 2007   May 2007   March 2008   April 2008   May 2008   June 2008   November 2008   January 2009   May 2009   June 2009   December 2009   November 2010  

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]