Jendela Luluk

Thursday, June 23, 2005

 

Pagi-pagi menye-menye

Saya sama sekali tidak tertarik dengan acara gosip-gosip yang sekarang merajai tayangan televisi di Indonesia. Buat saya, ngapain ngurusin urusan orang yang terlalu (dan selalu) dibesar-besarkan, padahal urusan sendiri pun tidak kunjung selesai tertangani. Tapi belakangan, ada satu kasus yang lumayan marak, mengenai (lagi-lagi) isu pernikahan diam-diam antara suami artis jadul Nia Daniati dengan sahabatnya sendiri, namanya Ani (kalo nggak salah).

Tahu nggak apa yang membuat saya uring-uringan? Backsound dari topik berita diatas pada saat penayangannya di beberapa stasiun televisi adalah lagu-lagu 'jadul'-nya Nia Daniati. Dan, tetangga sebelah rumah saya yang memang ibu-ibu 60-70an gitu tiba-tiba saja tiap pagi demen muter kaset lagu-lagu Nia Daniati, terutama yang satu itu tuh, 'Hati yang Luka'. Tahu kan, yang liriknya: Pulangkan sajaaaa... Aku pada ibuku, atau ayahkuuuu... huwo... huwoooo...

Nah, lagu itu diputer tiap hari!! Nggak ada lagu lain apa ya? Pagi-pagi bukannya muter lagu yang bikin semangat, malah yang menye-menye gitu. Keadaan bertambah parah ketika pagi ini tetangga sebelah meja kerja (yang kebetulan tipe menye-menye) memutar MP3 album Rossa yang baru di komputer saya! Kebetulan juga, beliau ini lebih tua dan (naasnya gue..) harus dihormati. Bete nggak siiih??!

Harap anda semua tahu, saya paling tidak suka dengan jenis lagu yang hanya mengandalkan penyanyi (biasanya wanita) dengan iringan musik yang minim kualitasnya. Cuma lengkingan nggak jelas, melodi yang datar dan lirik yang nggak kreatif. Bah!


Sunday, June 19, 2005

 
Aarrrggghhhh...! Pengen bisa main gitar..!!
Gimana caranya ya?

Saturday, June 18, 2005

 

Inikah namanya cinta?

Cerita 1 :
Saya dimintakan tolong seorang saudara sepupu perempuan untuk bertemu seorang laki-laki ‘teman dekat’nya yang sudah sekian lama tidak dijumpainya. Mereka baru bertemu tidak lebih dari lima kali dan untuk selanjutnya dekat lewat media telepon dan sms. Dengan dibekali foto dan bingkisan kecil dari si perempuan, malam ketiga di Kota Makassar saya bertemu dengan si laki-laki.

Ketika akhirnya kami bertemu, si laki-laki ini sangat grogi, salah tingkah dan senyam-senyum nggak karuan. Merasa ada seorang ‘penghubung dengan kekasihnya’ yang ada didepan mata, laki-laki ini seolah tak mau melepaskan kesempatan yang ada untuk menghabiskan waktu dengan saya. Seolah-olah saya adalah si perempuan teman dekatnya. Padahal, duuuh, kalau bukan karena saudara yang minta tolong saya tidak akan pernah mau untuk menemuinya. Lha wong nggak punya perasaan apa-apa ke laki-laki ini, sikap dan bahasa tubuh saya ya... datar saja.

Halooo...? Mas! Mas! Saya ini Luluk, bukan kekasih kamu yang sekarang ada di Jakarta! Saya punya urusan sendiri yang harus dikerjakan dan betapa tidak menariknya mengikuti kisah cinta yang tidak ada sangkut pautnya dengan saya! :((

---

Cerita 2:
Seorang rekan kerja perempuan datang mendampingi saya pada hari keempat di Makassar. Pada suatu kesempatan, si perempuan ini bertemu dengan seseorang yang pernah tinggal di satu kota kecil di negeri Eropa tetapi tidak pernah sekalipun bertemu. Si perempuan telah menyelesaikan kursus-singkatnya pada saat si laki-laki datang untuk studi lanjutan di kota yang sama. Mereka berdua hanya tahu nama masing-masing dan hanya satu dua kali bertukar-sapa melalui surat elektonik, tanpa pernah saling bertukar foto atau gambar diri. Ketika bertemu -dan menyadari bahwa mereka sama-sama good looking- tiba-tiba saja mereka berdua lengket bagai perangko, tidak perduli waktu dan tempat, lupa pada tujuan awal ke Makassar. Saya rasa orang awam manapun melihat ini bukan sebagai suatu masalah bukan? Lain halnya dengan saya yang mengetahui bahwa si laki-laki sudah mempunyai kekasih yang sedang melanjutkan studinya di Australia.

Apakah memang demikian sifat dasar laki-laki? Tiba-tiba saja melupakan apa yang menjadi ‘tanggung jawab masa depan’nya ketika ada perempuan menarik di depan mata. :((

---

Inikah namanya cinta?
Nothing but love, huh?!

Thursday, June 16, 2005

 

Pak Laksono

Image hosted by Photobucket.com Meskipun (mungkin) tidak ada hubungannya sama sekali dengan bidang Anda pada umumnya, saya hanya ingin sedikit menginformasikan, orang yang satu ini 'hebat': Laksono Trisnantoro. Beliau merupakan salah seorang steering commitee dari seminar nasional yang saya ‘tekuni’ beberapa saat lalu. Sehari-harinya, beliau menjabat sebagai ketua dari sebuah lembaga dalam naungan FK UGM yang perhatian utamanya kini tercurah pada pelaksanaan kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan di Indonesia yang dimulai sejak 4 tahun lalu.

Nah, apa yang membuat saya menghajar beliau dengan sebutan 'hebat'?

Dari personal-nya:
· Saat pertama kali berkomunikasi dengan email, saya tidak tahu bahwa bapak ini adalah seorang ‘dewa’. Saya cuek saja bertanya hal-hal ‘kecil’ yang pastinya bukan pegangannya lagi sekarang, sampai pada saat tertentu atasan saya menegur karena tidak sepantasnya saya menganggu beliau dan kecil kemungkinan email saya direspon oleh yang bersangkutan. Tapi tebak apa? Email saya dibalas, pertanyaan-pertanyaan kecil saya pun dijawab! :) (hahh!)
Saya kira semua setuju bahwa ‘orang besar menghargai orang kecil’ sangat langka dibandingkan ‘orang kecil menghargai orang besar’.

· Bukankah bagi seorang pakar sudah sepantasnya mendalami satu bidang tertentu, mengembangkan ilmu, menerapkan inovasi, dan dalam jangka panjang- berupaya untuk memajukan, menyejahterakan, dan meningkatkan derajat masyarakat dalam bidang apapun? Nah, (setelah saya lihat di buku-bukunya) bapak ini pun demikian. Memang dasar beliau pakar desentralisasi bidang kesehatan dari awal pencanangannya, mau dilebarkan kemana pun juga ya fokusnya hanya satu itu: desentralisasi kesehatan. Dari beberapa dukungan dana, terciptalah beberapa (pinjam istilah beliau) ‘catatan akademik’: buku-buku hasil penelitian anggota timnya, bulettin bulanan berisi hasil-hasil penelitian dari seluruh nusantara, situs web, pertemuan-pertemuan penyusunan kebijakan dan berbagai seminar. Dengan mengabaikan penerapannya oleh pemerintah kepada masyarakat (yang konon masih belum kelihatan akibat ‘potong sana-potong sini’), saya terkesan dengan terfokusnya minat dan effort beliau pada satu bidang, satu pemikiran, satu tujuan.
Sekali lagi, fokus pada satu tujuan itu penting! :)

Dari institusi-nya:
· UGM, nun di Jogja sana. Jangan dikira karena letaknya jauh, maka kualitasnya juga jauh dibawah. Jujur, untuk ini saya juga baru tahu dari bigboss yang ternyata sudah jauh-jauh hari kesal dengan sistem yang dijalankan disini, karena hobinya hanya ngutek-ngutek masalah internal, ewuh pakewuh dan birokrasi yang berlebihan. Menurut si bigboss, justru dengan cap ‘feodal’ yang melekat, UGM bisa berkembang maju dengan pesat. Pengembangan ilmu-ilmu baru dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sangat didukung, selama yang bersangkutan mampu. Tidak heran banyak pakar-pakar dari berbagai bidang di institusi ini masih muda belia. (duh, bahasanya..) :p

Bisa dibayangkan, pada satu acara seminar nasional, yang tadinya duduk di kanan dan kiri saya tiba-tiba saja keesokan harinya maju kedepan untuk menjadi pembicara utama, padahal usianya dengan saya (sepertinya) tidak terlalu jauh dan bila membandingkan dengan ‘institusi’ yang saya wakilkan... duuh kebanyakan yang maju sudah pada sepuh, nggak semangat nyimak kan jadinya? ;) *apa maksudnya nih*


Saya yang tadinya tidak tertarik, malah jadi tekun menelusuri buku program yang saya pegang untuk menemukan siapa saja yang jadi pembicara, apa topik dan bahasannya, mengapa dan bagaimana bisa terpilih untuk maju kedepan. Untuk selanjutnya, saya tidak kaget lagi melihat bapak-yang-saya-sebutkan-namanya-diatas ternyata sudah profesor! Padahal usianya terlihat jauuuuh lebih muda dari profesor saya, yang-tadi-sudah-saya-sebutkan-juga (sepuhnya). :D

Sudah, cukup. Tidak berlebihan kiranya ketika saya kok jadi kepengen sedikiiiit saja seperti bapak yang satu ini. Semoga.


Hormat saya, Pak Laksono!
---

Catatan: Siapa saja, tolong CMIIW (Colek Me, If I’m Wrong)


Monday, June 06, 2005

 

Bekerja dengan cinta

sunset di menara air UI

Belakangan ini, yang menjadi kesibukan saya adalah: ke lapangan - diskusi - ke lapangan - diskusi - ke lapangan - diskusi. Capek? Tentu. Seneng? Oh, seneng banget. Ada 'bagian kecil' yang saya tidak nyaman bekerja di kantor ini, tapi baru saya sadari bahwa ternyata, secara keseluruhannya, saya amat menikmati pekerjaan saya. Yah, dimana lagi saya dapat berkiprah langsung ke masyarakat dengan bonus menikmati perjalanan yang kadang sampai berpuluh-puluh kilometer dari kota kabupaten. Menaiki rakit, berpayungkan selembar daun pisang dan naik ojeg 10 KM dengan jalan yang masih berbatu-batu! (salut buat rekan saya, Ai, yang tabah menghadapi itu semua) Cayo, Ai! :)

Well, kali ini, saya merambah agak jauh dari Depok. Kemana? Huhuuuu... v(^_^)v Ke Ujung Pandang! *yippi..senangnya* Tak ada keraguan untuk segera mengiyakan ketika ditugaskan kesana. Mainkan energimu, Luluk! Bekerjalah dengan cinta.
---

Keterangan gambar:
Sunset pada Jumát sore (4/6) di musholla kantor, yang kata sahabat saya Apit, adalah musholla dengan pemandangan terindah. Huh, gayamu..

Archives

July 2004   August 2004   September 2004   October 2004   November 2004   December 2004   January 2005   February 2005   March 2005   April 2005   May 2005   June 2005   July 2005   August 2005   September 2005   October 2005   November 2005   December 2005   February 2006   March 2006   April 2006   May 2006   December 2006   February 2007   May 2007   March 2008   April 2008   May 2008   June 2008   November 2008   January 2009   May 2009   June 2009   December 2009   November 2010  

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]